Yayasan TIRTA AMARTA Paripurna, bekerja sama dengan MidTown Bistro & Lounge, menyelenggarakan Diskusi Terbuka ROAD TO RECOVERY, dengan tema “Mimpi Indah Jokowinomics: Menyelamatkan Perekonomian Nasional” yang diselenggarakan pada Senin, 31 Agustus 2015, bertempat di MidTown Bistro & Lounge.
Adapun sebagai panelis dalam diskusi ini, adalah Prof. Dr. Emil Salim, mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden dan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup; Prof. Dr. Sri Edi Swasono, Guru besar FE UI dan Ahli Ekonomi Koperasi; Drs. Andrinof Achir Chaniago, M.Si., mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; Dr. Riant Nugroho, Pengajar Kebijakan Publik pada Program Pasca Sarjana FISIP UI dan LPEM UI dan Direktur Lembaga Reform Institute. Dan sebagai moderator dalam diskusi ini, Gigin Praginanto, Pemred IndonesianReview.com dan anggota Dewan Pakar Tirta Amarta
Mimpi Indah Jokowinomics: Menyelamatkan Perekonomian Nasional .
Pernyataan para petinggi pemerintah bahwa perekonomian Indonesia masih aman dan jauh dari krisis moneter seperti 1998, tak digubris oleh para pelaku pasar. Mereka tetap melepas saham dan rupiah karena ogah mendengarkan celoteh para petinggi pemerintah dan otoritas moneter.
Pasar juga melihat kecenderungan pemerintah untuk berburu utang di pasar komersila dalam dan luar negeri. Pemerintah tampaknya sengaja menjauhkan diri dari lembaga-lembaga keuangan multilateral seperti Bank Dunia, IMF, dan ADB, yang menawarkan kredit lebih murah. Akibatnya, kini lebih separuh perolehan ekspor dihabiskan untuk mencicil utang.
Penghindaran tersebut tak lepas dari gencarnya kritik bahwa lembaga-lembaga multilateral tersebut adalah kaki tangan kapitalis global. Mereka, demikian kata para kritikus, selalu mengarahkan perekonomian negara-negara yang sedang susah agar berorientasi pada pasar. Akibatnya, kesenjangan ekonomi melebar secara konsisten.
Mereka dituding selalu ikut campur urusan dalam negeri demi keuntungan para kapitalis di belakangnya. IMF, kata Prof. Dr. Sri Edi Swasono dalam diskusi ROAD TO RECOVERY di MidTown Bistro & Lounge, Jakarta, bahkan ikut campur dalam penyusunan undang-undang.
Untuk menghindari kritik yang memperoleh dukungan luas dari masyarakat tersebut, pemerintah gandrung pada utang-utang berbunga rendah meski harus disertai pemberian konsesi. Yakni pelaksanaan proyek harus diserahkan kepada perusahaan-perusahaan berasal dari negara kreditor.
Padahal sudah menjadi rahasia umum, di balik konsesi semacam itu, para calo proyek memainkan peran penting. Demikian hebatnya peran para calo tersebut, sehingga tiba-tiba presiden memberi perhatian sangat serius dalam pembangunan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung. “Padahal proyek tersebut tidak pernah ada dalam rencana pembangunan pemerintah,” tutur Emil Salim, ekonom senior yang pernah lama menjadi menteri di era Suharto, dalam diskusi yang sama.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia Riant Nugroho berharap pemerintah lebih serius membenahi kualitas perekonomian nasional agar dana yang masuk ke Indonesia tak didominasi oleh pasar uang semata. “Akibatnya, sektor produksi tetap tersendar-sendat,” tukasnya, juga dalam ROAD TO RECOVERY.
“Berbeda dengan negara-negara tetangga kita, Indonesia sekarang ini sedang mengalami deindustrialisasi. Oleh karenanya diperlukan kebijakan yang lebih terarah dan tegas untuk mengembangkan industri di Indonesia,” tegas mantan menteri perencanaan pembangunan Adrinof Chaniago.
Deindustrialisasi memang mencemaskan karena tak hanya menyebabkan Indonesia makin jauh tertinggal dari para tetangganya, tapi juga mengancam kehidupan jutaan buruh.