Diskusi Reboan Membahas Persoalan Kedaulatan Udara Nasional

Diskusi Reboan Membahas Persoalan Kedaulatan Udara Nasional

Diskusi ini diadakanpada Rabu, 15 Januari, 26 Februari, 5 Maret, 12 Maret, 23 April, 30 April, 21 Mei dan 10 September 2014. dihadiri oleh Muhammad Iqbal, Dr. Makarim Wibisono, (alm.) Tubagus Danakusumah, (alm.) Drs. Firdaus Wadjdi, Marsdya TNI (Purn) Ian Santoso Perdanakusuma, Mayjen TNI (Purn) Eddy Firmanto, DipI.-Des. Argon Ahimsa dan tim Tirta Amarta Paripurna lainnya, membahas persoalan kedaulatan udara nasional.

Indonesia akan menghadapi ASEAN Single/Open Sky. Kebijakan ini ditargetkan pada tahun 2015 dalam roadmap Integrasi Kebijakan Layanan Udara Kerjasama ASEAN. Beberapa langkah perlu dipersiapkan menyambut era global yang kini mulai lebih spesifik lagi mendominasi lingkungan (environtment) kawasan seperti di Asia-Pasifik, China-ASEAN, dan ASEAN. Singapura sejak tahun 1946 mengontrol wilayah udara sampai radius 110 nautical miles meliputi Batam, Natuna, sampai Dumai di Riau. ICAO sebagai badan PBB yang bertugas menangani kordinasi dan regulasi pernerbangan Internasional melihat bahwa Indonesia tidak memiliki kapasitas untuk menjamin keamanan lalulintas udara internasional di wilayah udaranya. Kementerian transportasi menyatakan bahwa pada tahun 2012 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 menetapkan bahwa wilayah udara Indonesia harus dikontrol oleh Indonesia. Sejak tahun 1993 Indonesia selalu gagal mengambil alih kontrol wilayah udara Kepulauan Riau yang dikontrol oleh Singapura.

Pada tanggal 18 Mei 2012 di Jakarta, Konsulat Jenderal Singapura Mr. Raj Kumar mengatakan: “Singapore is willing to hand over control of the airspace above Riau’s Islands provided that ICAO give the greenlight.” Lebih lanjut Mr. Kumar menyebutkan bahwa tidak ada masalah bagi Singapura jika ICAO setuju berkenaan dengan hal ini. Singapura siap untuk membantu transfer teknologi, jika Indonesia dipercaya oleh ICAO untuk mengontrol wilayah udaranya. Di sisi lain Indonesia memiliki claim yang sah berdasarkan pasal 1 Konvensi Chicago yang menekankan bahwa setiap negara telah menyempurnakan kedaulatannya atas wilayah udara di atas teritorinya sendiri. Sementara ada deficit kepercayaan di ICAO sendiri atas kemampuan Indonesia dalam mengelola keamanan lalulintas udara di wilayah udaranya sendiri. Tantangan bagi Indonesia, bisakah Indonesia yang sudah mendapatkan kemerdekaanya sejak tahun 1945 yang lalu meningkatkan kemampuan pengelolaan keamanan lalulintas udara internasional di atas wilayah udaranya sendiri?

Harus ada political will yang kuat dalam pemerintahan Indonesia dan semua stakeholders untuk mengambil alih kontrol atas wilayah udara di atas kepulauan Riau. Diperlukan upaya untuk mengintensifkan pelatihan dan pendidikan kontrol lalulintas udara dan keamanan udara berdasarkan standar yang diakui secara internasional. Diperlukan kerjasama dengan ICAO dan agen lain yang berhubungan, dan juga dengan negara anggota ASEAN lainnya, dalam hal peningkatan kapasitas secara khusus atas kontrol lalulintas udara dan keamanan udara.

Diperlukan upaya untuk menginvestasikan secara signifikan infrastruktur lalulintas udara dan peralatan-peralatan yang berkaitan. Untuk CRCO dan sentralisasi ASEAN Single-Sky di Indonesia, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membentuk “Forum Masyarakat Peduli Penerbangan Indonesia” atau Indonesian Aviation Society, yang terdiri dari semua stakeholders penerbangan di Indonesia dan juga masyarakat umum yang peduli penerbangan, sebagai pressure group pembenahan penerbangan di negara ini.

 

admin

Leave a Reply